
Setelah biodiesel B20, mandatori penggunaan B30 sudah dilaksanakan sejak awal 2020. Apa keuntungan dari penggunaan biodiesel B30 ini? Jika dibandingkan dengan petroleum solar (B0), B100 alias minyak nabati (Fatty Acid Metyl Ester / FAME) memiliki Cetane number hingga 51. Artinya, dengan digabungkan B0 dan B100 sehingga menghasilkan B30, maka bahan bakar ini lebih mudah terbakar jika dibandingkan Solar yang hanya memiliki Cetane 48. Plus pengurangan jumlah kandungan Sulfur, secara total, mengingat minyak nabati tidak memiliki kandungan logam di dalamnya, termasuk Sulfur yang menjadi momok injector di mesin.

Adanya implementasi penggunaan biodiesel jenis B20 telah menurunkan impor solar pada 2019 sehingga rata-rata impor solar bulanan tahun 2019 turun 45 persen dibanding rata-rata impor solar bulanan tahun 2018. Fakta lainnya tentang manfaat B20 berhasil menghemat devisa sebesar US$1,66 miliar atau setara dengan Rp23,6 triliun karena turunnya impor solar.
Sebuah studi di Amerika Serikat mengungkapkan bahwa emisi karbon dioksida yang dikeluarkan biodiesel sekitar 75 persen, lebih rendah dibandingkan yang dihasilkan oleh bahan bakar fosil. Bahan bakar ini tidak mengandung bahan kimia beracun seperti sulfur yang bertanggung jawab pada pencemaran lingkungan. Tidak adanya sulfur berarti mengurangi risiko terjadinya hujan asam. Hal ini seiring dengan penurunan emisi GRK dari mandatory biodiesel 2018 mencapai 6,0 juta ton CO2e, dan tahun 2019 diperkirakan mencapai 9 juta ton CO2e.
Melihat pengalaman pemerintah pada Juni 2019, dalam melakukan uji coba jalan tiga unit truk dan delapan kendaraan penumpang diesel dengan jarak tempuh 40 ribu dan 50 ribu kilometer.Kendaraan itu diuji coba untuk membuktikan penggunaan B30 tidak mempengaruhi kinerja mesin diesel. Dimana lingkup kegiatan Road Test B30 terdiri dari pengujian kualitas bahan bakar, kualitas pelumas, merit rating komponen mesin, stabilitas penyimpanan pada kondisi luar ruangan bersuhu dingin, penyiapan dan blending bahan bakar, kajian manajemen kebutuhan bahan bakar, uji konsumsi bahan bakar, uji unjuk kerja kendaraan, uji tingkat penyumbatan pada filter bahan bakar, hingga uji presiptasi pada kendaraan (starter mobil dalam kondisi dingin). Uji coba B30 bisa disebut berhasil, karena ditemukan hanya satu hal kurang bagus dimana filter tangki tidak bisa bekerja sesuai dengan yang disarankan, misalnya filter bahan bakar dibuat untuk 10.000 kilometer tapi pada saat uji jalan B30 ditemukan bermasalah di 6.000 kilometer. Saat ini pemerintah sudah melakukan sejumlah evaluasi terkait uji coba tersebut yang nantinya akan menjadi landasan bagi pemerintah dalam mengambil keputusan terkait penggunaan B30 hingga ke B50, baik itu untuk kepentingan transportasi, industri mau pun pertambangan.

Sumber:
• https://otomotif.kompas.com/read/2020/01/16/080200815/potensi-masalah-yang-timbul-jika-mesin-diesel-pakai-biosolar-b30
• https://www.gridoto.com/read/222197369/sering-isi-biodiesel-b30-di-mobil-diesel-common-rail-apakah-aman
• https://coaction.id/membedah-kebijakan-dan-plus-minus-penggunaan-biodiesel-di-indonesia/
• https://autochem.id/Detail/Berita/384/Pahami-Karakter-Biodiesel-B30-Agar-Mesin-Tidak-Cepat-Rusak
• https://medan.tribunnews.com/2020/01/14/kekurangan-dan-kelebihan-biodiesel-b30-yang-sudah-tersedia-hampir-di-seluruh-spbu
• https://katadata.co.id/arnold/energi/5e9a55e353378/lima-masalah-penerapan-biodiesel